Pengikut

Rabu, 30 April 2008

INILAH DUNIA YANG KALIAN BURU

Di buku Az-Zuhdu, Imam Ahmad menyebutkan, Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berjalan melewati tempat sampah, lalu berhenti di sana. Sepertinya, ia prihatin pada sahabat-sahabatnya dan mereka terganggu dengan bau tempat sampah itu. Umar bin Khaththab berkata kepada mereka, “Inilah dunia yang kalian buru.”
Seperti itulah Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu men-tarbiyah para pengikutnya. Ia ingatkan mereka tentang hakikat dunia yang diperebutkan manusia. Dalam pandangan Umar bin Khaththab, dunia hanyalah tempat sampah, yang sarat dengan barang-barang bekas dan tidak ada satu pun yang layak pakai. Apa saja di tempat sampah berbau busuk dan tidak utuh lagi. Ada hewan-hewan kecil, makanan basi, perabotan terpotong-potong, “peninggalan” manusia dan hewan. Karena itu, dunia tidak layak diburu jika perumpamaannya seperti itu. apalagi, Allah Ta’ala berfirman,

“Sesungguhnya kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Dan sesungguhnya Kami pasti menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.” (Al-Kahfi: 6-7)

Orang-Orang yang Tidur dalam Keadaan Sujud
Pasca era Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu, tibalah era salah seorang tokoh generasi tabi’in yang pernah hidup sezaman dengan Umar bin Khaththab dan terkesan dengan methode tarbiyahnya terhadap parapengikutnya. Tabi’in itu pindah ke Mesiruntuk menerapkan tarbiyah ala Umar bin Khaththab di sana. Salah seorang murid tabi’in itu, yang bernamaIbrahim bin Muhammad bin Al-Muntasyir, berkata, “Masruq mengendarai baghlah pada setiap pekan dan memboncengku dibelakangnya. Suatu hari, ia datang ke tempat sampah itu, lalu berkata, ‘Dunia ada di bawah kita’.”
Persepsi masruq seperti itu tentang dunia membuatnya khawatir waktunya hilang sia-sia di selain dzikir kepada Allah Ta’ala. Istrinya berkata, “Masruq shalat hingga kakinya bengkak. Terkadang, aku duduk menangis, sebab tidak tega melihat apa yang diperbuat Masruq terhadap dirinya.”
Sahabat Masruq sekaligus pakar tafsir, Said bin Jubair, ingat pertemuan hari jum’at dengannya. Kata Said bin Jubair, “Masruq berkata kepadaku, ‘Tidak ada lagi yang lebih menyenangkan dari menempelkan wajah kita kita tanah (sujud). Aku tidak pernah sedih karena sesuatu melebihi kesedihanku sebab tidak sujud kepada Allah Ta’ala.
Apa yang mesti disenangi Masruq di dunia ini, wong ia menganggap dunia sebagai tempat sampai di bawah kaki baghlah-nya dan berpuasa di siang hari yang panas membakar hingga tak sadarkan diri? Suatu hari, putrinya, Aisyah, datang kepada Masruq dan berkata kepadanya, “Ayah, batalkan puasamu. Minumlah.” Masruq berkata, “Putriku, apa yang engkau inginkan padaku? Aku hanya menginginkan diriku dirahmati pada hari, di mana satu harinya sama dengan lima puluh ribu tahun.”
Masruq tidak kenal rasa panas, lapar, dan sakit ketika ingat panasnya Hari Kiamat, lapar dan kehausan saat itu. ia tahu hakikat dunia, lalu menghinanya dan tidak menjadi tawanannya. Adakah kelelhan yang melebihi kelelahan mengerjakan ibadah haji dan Rasulullah Shallallahu Alaihis wa Sallam sendiri mengkategorikan jihad tanpa kekuatan senjata? Kendati demikian, Masruq mengerjakan qiyamul lail tiap malam, hingga Abu Ishaq berkata, “Masruq melaksanakan ibadah haji dan tidak tidur melainkan dalam keadaan sujud. Itu ia kerjakan hingga pulang.”

Tidak Ada Istirahat kecuali di bawah Pohon Thuba
Siapa menginginkan akhirat dan berusaha keras untuk mendapatkannya, ia harus kelelahan. Sebab, dunia tidak diciptakan sebagai tempat istirahat dan tempat domisili. Para dai harus menyadari dunia itu medan ujian dan jembatan menuju akhirat. Karena itu, Ibnu Al-Qayyim berseru kepada orang-orang yang ingin istirahat di dunia dan menjadikan sikap menunda-nunda perbuatan sebagai jalan hidup mereka, hingga umur mereka habis tanpa mampu berbuat apa-apa, “Ahli ibadah tidak menemukan tempat istirahat, kecuali di bawah pohon Thubah. Pecinta Allah tidak dapat mendapatkan tempat domisili, kecuali di akhirat. Sibuklah anda untuk akhirat selama hidup di dunia, niscaya Anda terlindung setelah kematian.”
Itu peringatan bagi setiap dai yang mengklaim waktu miliknya dan ia dapat menggunakannya sekehendak hatinya. Tidak, justru waktu seperti pedang. Jika Anda tidak memotongnya, Anda dipotong pedang itu. di akhirat kelak, penghuni surga tidak menyesali sesuatu melebihi penyesalan mereka terhadap waktu yang hilang di dunia, tanpa amal shalih di dalamnya. dulu, ditanyakan kepada ahli ibadah, “Kenapa Anda melelahkan jiwa Anda?” Ahli ibadah menjawab, “Aku menginginkan istirahat bagi jiwaku.”


Tidak ada komentar: