Pengikut

Rabu, 30 April 2008

INGATLAH PEMUTUS SEGALA KENIKMATAN

Jika seseorang rajin ingat pemutusan segala kenikmatan, yaitu kematian, ia menyatu dengan akhirat, lalu segera beramal sebelum kematian menjemputnya. Sarana efektif yang membantu orang untuk ingat kematian ialah kuburan, yang menasihati manusia tanpa bicara dan mengingatkan mereka tentang hari kembali yang tidak terelakkan. Lalu, hal itu mendorong mereka meningkatkan persiapan menghadapi hari Kiamat. Karena itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh kaum Muslim ingat kematian sebanyak mungkin. Beliau bersabda,

“Perbanyaklah ingat pemutus segala kenikmatan, yaitu kematian.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi dan dishahihkan Al-Albani).

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam juga bersabda di hadits yang diriwayatkan At-Tirmidzi,

“Tadinya, aku melarang kalian ziarah kubur. Sekarang, Muhammad telah diberi izin menziarahi kuburan. Karena itu, ziarahi kuburan, karena mengingatkan kalian pada kematian.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi).

Obat Termujarab
Tentang hadits di atas, Al-Manawi berkata, “Obat paling mujarab bagi orang yang hatinya keras dan bergelimang dosa ialah kuburan jika ia mendapat manfaat dengan banyak ingat padanya. Jika tidak, maka dengan sering menyaksikan orang-orang yang hendak meninggal dunia, karena melihat suatu kejadiaan secara langsung berbeda dengan hanya mendengarnya dari orang lain.”
Abu Al-Itahiyah merasa perlu ziarah kubur, agar mendapatkan ibrah darinya. Ia berkata pada dirinya sendiri,

Diriku, ziarah kuburan dan ambillah ibrah darinya
Sebab, di dalamnya banyak sekali pelajaran bagi yang menziarahinya
Perhatikan, bagaimana kondisi orang-orang di dalamnya
Dulu mereka kuat, tapi sekarang semua mati di dalamnya
Dulu, mereka berambisi dan berharap, persis seperti dirimu

Setelah mengadakan muhasabah terhadap diri sendiri, Al-Itahiyah menziarahi kuburan untuk mendengar wejangan penasihat bungkam ini, yang tidak tahu menahu bahasa syair, tapi bahasa yang jauh lebih membekas dari seluruh syair. Abu Al-Itahiyah berkata,

“Aku menziarahi kuburan, yaitu kuburan raja di dunia dulu
Dan orang-orang yang hanyut dalam syahwat
Dulu, mereka budak makanan, minuman, pakaian parfum
Ternyata, kini mereka tak lain tubuh-tubuh telanjang tanpa busana
Dan wajah-wajah yang belepotan dengan tanah
Tanah pun berubah menjadi tengkorak putih dan tulang lapuk
Sepengetahuanku, kuburan itu pemandangan
Yang mehilangkan kesedihan dan mengalirkan air mata
Mahasuci Allah yang menundukan manusia dengan takdir-Nya
Mahasuci Pencipta udara dan penggerak seluruh gerakan.”

Dialog dengan Kuburan
Tanah yang diam seribu bahasa punya suara yang hanya didengar oleh orang yang ingat pemutus segala kenikmatan (kematian) ketika ia berada di depannya untuk merenungkannya. Berdialog dengan kematian itu kenikmatan yang hanya diperoleh orang-orang yang ingin menjadi “orang-orang akhirat” dan meniru Ali bin Abu Thalib Radhiyallahu Anhu yang mencerai dunia dengan talak tiga.
Saya pikir, Musthafa Shadiq Ar-Rafi’i salah seorang dari orang-orang yang berdialog dengan kuburan dan memahami bahasa tanah yang bungkam ini. Setelah memakamkan salah seorang kerabatnya, Musthafa Shadiq Ar-Rafi’I berdiri di depan kuburan kerabatnya itu, guna berdialog denganya dan mendengar jawabannya. Musthafa Shadiq Ar-Rafi’i berkata, “Aku bertanya pada kuburan, mana harta dan perabotan? Mana kecantikan dan daya tarik? Mana kesehatan dan kegagahan? Mana sakit dan kelemahan? Mana kedigdayaan dan kesombongan? Mana kehinaan?”
Kata Musthafa Shadiq Ar-Rafi’i lebih lanjut, “Itu semua tidak ada ke sini. Andai manusia mengambil ketenangan kuburan untuk dunia mereka, kedamainnya untuk selisihan mereka, dan keheningannya untuk kelelahan mereka, tentu mereka sanggup menundukkan kematian, seperti halnya merea menundukkan sistem alam raya.”
Sebelum Musthafa Shadiq Ar-Rafi’i, Abu Al-Itahiyah berdiri di kuburan seseorang. Abu Al-Itahiyah ingat kemewahan yang dulu didewa-dewakan manusia, badan segar bugar yang membuat mereka makin tampan mempesona, dan parfum yang baunya menyengat ke mana-mana. Ia betanya kepada kuburan, apa yang terjadi pada mereka setelah itu? Lebih lengkapnya, ia berkata,

“Aku bertanya pada kuburan,
‘Apa yang engkau perbuat terhadap wajah-wajah
yang belepotan denganmu?’
Kuburan menjawab, ‘Bau mereka memuakkanmu,
Padahal, dulu mereka harum wangi
Aku makan tubuh yang segar bugar
Dulu, tubuh tersebut elok
Tidak ada yang aku sisakan
Kecuali tengkorak putih dan tulang-tulang lapuk.”


Tidak Ada yang Tersisa Kecuali Amal Perbuatan
Begitulah, segala sesuatu terhenti di kuburan, liang lahad. Tidak ada lagi senyum, canda tawa, perdebatan, dan teriakan. Tiada lagi pembangkangan dan arogansi. Tiada lagi harapan dan kerakusan. Tiada lagi keikhlasan dan riya’. Tiada lagi perasaan bangga dengan jabatan, kecantikan, ketampanan, sanak kerabat, status sosial tinggi, dan kecerdasan. Kedzaliman orang dzalim dan kehinaan orang hina pun tidak ada lagi. Wajah ayu dan tampan, tangan dzalim. Lidah bohong, mata yang berkhianat, dan hati yang keras; semuanya berubah menjadi tengkorak dan tulang-tulang lapuk serta menjadi barang mainan cacing dari semua arah. Tidak ada yang tersisa, kecuali amal perbuatan penghuni kuburan. Ia akan ditanya Munkar dan Nakir tentang amal perbuatannya. Tidak ada yang tersisa, kecuali pertanyaan kedua malaikat itu.
Musthafa Shadiq Ar-Rafi’i berkata, “Ke mana saja orang pergi, ia pasti ditanya banyak hal. Siapa namamu? Apa pekerjaanmu? Berapa umurmu? Bagaimana kabarmu? Apa yang engkau miliki? Apa aliranmu? Apa agamamu? Bagaimana pendapatmu? Itu semua tidak berlaku dua kuburan, seperti halnya semua bahasa tidak berarti banyak bagi orang bisu. Di kuburan, lidah azali menanyakan satu hal kepada manusia, ‘Apa amal perbuatan Anda?’”
Di kuburan ada dua kemungkinan: amal perbuatan yang merubah kuburan menjadi taman surga atau amal perbuatan yang merubah Kuburan menjadi kubangan neraka.

Tidak ada komentar: