Pengikut

Senin, 07 April 2008

FIGUR-FIGUR YANG BEROBSESI KEPADA AKHIRAT

Figur-Figur dari Generasi Sahabat

Generasi sahabat generasi istimewa dan tidak ada generasi sesudahnya yang selevel dengan mereka. Para sahabat menyatu dengan akhirat, hingga seperti sedang, hidup di dalamnya dan obsesi kepadanya begitu menguasai diri mereka. Seorang dari mereka minta izin kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk mengebiri dirinya, agar bisa beribadah dengan lebih serius. Tapi, Rasulullahu Shallallahu Alahi wa Sallam melarang tindakan seperti itu, sebab bertentangan dengan petunjuk beliau dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan Islam pada manusia. Jika seorang dari mereka berceramah usai shalat-shalat wajib, ia mendorong mereka cinta akhirat, lalu mereka merasa dekat dengannya. Jika mereka mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bercerita kepada mereka tentang surga dan kenikmatannya, maka salah seorang dari mereka rindu mati syahid saat itu juga, agar dapat segera merasakan kenikmatan-kenikmatan surga. Contoh-contoh dari mereka sebagai berikut:

1. Umair bin Al-Hammam
Umair bin Al-Hammam mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihis wa Sallam memberi iming-iming surga kepada para sahabat di Perang Badar, lalu ia membuang beberapa biji kurma dari kedua tangannya sambil berkata, “Ah, aku bisa masuk surga jika dibunuh orang-orang kafir itu.”
Usai berkata seperti itu, Umair bin Al-Hammam bertempur, hingga gugur sebagai syahid.

2. Anas bin An-Nadhr
Anas bin An-Nadhr menyatu dengan Akhirat, hingga merasa mencium aroma surga. Ia berkata kepada Anas bin Muadz saat bertemu dengannya di Perang Uhud, “Hai Sa’ad, demi Tuhannya Anas, aku mencium aroma surga dari balik Gunung Uhud.”

3. Ja’far Abu Thalib
Seorang saksi mata dari Bani Murrah bin Auf, yang ikut bertempur di Perang Mu’tah menuturkan, “Demi Allah, aku lihat Ja’far bin Abu Thalib turun dari kudanya berwarna blonde, lalu menyembelihnya. Setelah itu, ia bertempur melawan musuh, hingga gugur sebagai syahid. Sebelum syahid, ia berkata,

‘Sungguh dekat surga itu
Indah dan airnya dingin
Sungguh, siksa bagi orang-orang Romawi kian dekat
Mereka kafir dan nasab mereka tidak jelas’.”

4. Abdullah bin Mas’ud
Seperti para sahabat lainnya, Abdullah bin Masud Radhiyallahu Anhu mengaitkan apa yang ia lihat dengan akhirat. Diriwayatkan, ia berjalan melewati orang-orang yang sedang meniup alat peniup angin, lalu ia tidak sadarkan diri.
Dikisahkan lainnya, Abdullah bin Mas’ud berjalan melewati pandai besi dan melihat satu batang besi yang menganga, lalu ia menangis.”

5. Hammamah bin Abu Hammamah
Dikisahkan, Hammama bin Abu Hammamah menginap pada suatu malam di rumah seorang tabi’in, Haram bin Hayyan Al-Abdi. Hammamah bin Abu Hammamah dilihat Haram bin Hayyam Al-Abdi menangis semalam suntuk. Haram bin Hayyam Al-Abdi berkata kepada Hammamah bin Abu Hammamah, “Kenapa engkau menangis?
Hammamah bin Abu Hammamah menjawab, “Aku ingat suatu malam, di mana kubur menjadi berserahkan pada pagi harinya.”
Pada malam kedua, Hammamah bin Abu Hammamah menginap lagi di rumah Haram bin Hayyam Al-Abdi dan menangis semalam suntuk. Haram bin Hayyam Al-Abdi berkata kepada Hammamah bin Abu Hammamah, “Kenapa menangis?”
Hammamah bin Abu Hammamah menjawab, “Aku ingat suatu malam, di mana bintang-bintang berguguran pada esok paginya.”
Bentuk lain keterikatan Hammamah bin Abu Hammamah dengan akhirat ialah ia berkata menyerbu Ashfahan pada zaman Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu, “Ya Allah, Hammamah mengaku ingin segera bertemu dengan-Mu. Ya Allah, jika ia benar seperti itu, kuatkan keinginan karena kejujurannya. Jika bohong, buat dia berkeinginan seperti itu, kendati ia sebenarnya tidak menghendakinya. Ya Allah, jangan pulangkan Hammamah dari perjalannya.” Ia meninggal dunia di Ashfahan.
Dikisahkan, Hammamah bin Abu Hammamah dan rekan sejawatnya, Haram bin Hayyam, bertemu pada suatu siang, lalu keduanya pergi ke pasar parfum dan berdoa minta surga kepada Allah. Lalu, keduanya pergi ke tukang besi dan minta perlindungan dari neraka. Setelah itu, keduanya pulang ke rumahnya masing-masing.

Generasi Tabi’in dan Tabi’ Tabi’in
Itulah sebagian figur generasi sahabat yang saya tulis, demi menghormati mereka. Setelah mereka, datanglah generasi tabi’in dengan generasi tabi’ tabi’in, yang memberi contoh figur-figur hebat bagi umat ini, setelah para sahabat. Di antara mereka adalah sebagai berikut:

1. Al-Hasan Al-Bashri
Al-Hasan Al-Bashri murid generasi sahabat dan seluruh hidupnya menyatu dengan akhirat. Shalih bin Hassan berkata, “Suatu ketika, Al-Hasan Al-Bashri berpuasa, lalu kami datang kepadanya dengan membawa makanan saat maghrib tiba.” Ketika Shalih bin Hassan berada di dekat Al-Hasan Al-Bashri, Shalih bin Hassan berkata, “Aku bacakan ayat ini kepada Al-Hasan Al-Bashri,

‘Sesungguhnya pada kami ada belenggu-belenggu berat dan neraka menyala-nyala. Dan makanan yang menyumbat dari kerongkongan dan adzab pedih.’ (Al-Muzammil: 12-13)

Al-Hasan Al-Bashri tidak menjamah makanan yang dibawah untuknya. Ia berkata, ‘bawa ke sana makanan ini.’ Kami pun mengambil makanan itu. ia meneruskan puasanya sampai esok paginya. Ketika ia ingin berbuka puasa, ia ingat ayat tadi, lalu berbuat seperti kemarin.
Pada hari ketiga, anaknya pergi kepada Tsabit Al-Bunani, Yahya Al-Buka’, dan beberapa rekan Al-Hasan Al-Bashri, lalu berkata, ‘Tolong temui ayahku, sebab ia tidak makan makanan sedikit pun sejak tiga hari yang lalu. Setiapkali aku menghidangkan makanan untuk buka puasa, ia ingat ayat ini,

‘Sesungguhnya pada kami ada belenggu-belenggu berat dan neraka menyala-nyala. Dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan adzab pedih.’ (Al-Muzammil: 12-13)

Lalu, teman-teman Al-Hasan Al-Bashri datang menemui Al-Hasan Al-Bashri dan lama berada di tempatnya, hingga akhirnya menyuapinya dengan seteguk tepung.”
Al-Hasan Al-Bashri sengaja tidak makan bukan karena sok zuhud, namun karena kuatnya obsesi kepada akhirat yang ia miliki. Ingat kedahsyatan akhirat membuatnya tidak punya selera makan.

2. Sufyan Ats-Tsauri
Tentang Sufyan Ats-Tsauri, Imam Adz-Dzahabi berkata, “Ia syaikhul Islam. Imam para hafidz, dan tokoh ulama aktivis pada zamannya.”
Ia berbicara seperti pernah melihat langsung karena begitu kuat lengketnya dengan akhirat dan dominasi obsesi kepada akhirat pada dirinya.
Ibnu Mahdi berkata, “Jika kami berdiri berada dekat Sufyan Ats-Tsauri, ia seperti berdiri untuk menghadapi hari hisab.”
Salah seorang pengikutnya, orang zuhud Yusuf bin Asbath, berkata tentang kelengketan Sufyan Ats-Tsauri dengan akhirat, “Setelah shalat Isya’, Sufyan Ats-Tsauri berkata kepadaku, “Tolong ambilkan baskom untukku.” Lalu, ia mengambiolnya dengan tangan kananya dan meletakkan tangan kirinya di atas pipinya. Setelah itu, aku tidur dan baru bangun ketika fajar terbit. Aku lihat baskom masih ada di tangan Sufyan Ats-Tsauri dan tangan kirinya di atas pipinya. Aku berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdullah, fajar telah terbit.’ Ia berkata, ‘Sejak menerima baskom tadi aku memikirkan akhirat hingga detik ini.”
Para pengikutnya tidak hanya belajar hadits padanya. Mereka juga menirunya di semua hal kecil hidupnya siang malam, karena tahu Sufyan Ats-Tsauri tidak suka amal perbuatannya dipublikasikan. Terutama aktivitas malamnya saat ia bermunajat kepada Allah Ta’ala. Salah seorang muridnya pura-pura tidur untuk mengenalinya lebih dekat, agar bisa menceritakan apa yang ia lihat pada Sufyan Ats-Tsauri kepada orang-orang yang ingin memegang panji ini dan berjalan di atas jalan orang-orang yang gberobsesi kepada akhirat. Abdurrahman bin Mahdi berkata, “Aku tidak pernah bergaul dengan orang yang lebih perasa dari Sufyan Ats-Tsauri. Aku pantau dia dari satu malam ke malam lain. Ternyata, ia hanya tidur di permulaan malam, lalu bangun dalam keadaan cemas dan gemetar, sambil berkata, ‘Neraka, neraka. Ingat neraka membuatku tidak bisa tidur dan lupa syahwat.’ Setelah itu, ia berwudhu dan berdo’a, ‘Ya Allah, Engkau tahu segala kebutuhanku dan aku hanya memintamu membebaskanku dari neraka. Tuhanku, kecemasan nikimat yang Engkau berikan kepadaku. Tuhanku, andai aku punya alasan kuat untuk mengisolir dari diri manusia, aku tidak bergaul dengan mereka sekejap mata pun.’ Setelah itu, ia shalat dan menangis, hingga tidak bisa membaca Al-Qur’an dan aku tidak dapat mendengar bacaannya, karena tangisnya menjadi-jadi. Aku tidak sanggup melihatnya, karena malu dan segan kepadanya.”

3. Manshur bin Zadzan
Menurut Ibnu Hajar, Manshur bin Zadzan orang terpercaya, tegar, dan ahli ibadah. Seorang syaikh dari wasith bernama Abu Said, tetangga Manshur bin Zadzan, berkata, “Pada suatu hari, aku lihat Manshur bin Zadzan wudhu. Usai wudhu, kedua matanya mengucurkan air mata. Ia menangis terus, hingga suaranya semakin keras. Aku berkata kepadanya, ‘Ada apa denganmu, semoga Allah merahmatimu?’ Manshur bin Zadzan berkata, ‘Adakah sesuatu yang lebih besar dari urusanku? Aku ingin berdiri di depan Dzat yang tidak tidur dan mengantuk. Tapi, aku khawatir Dia Memalingkan muka dariku.’ Demi Allah, aku menangis karena perkataannya itu.”

4. Rabi’ah Asy-Syamiyah
Ia bukan Rabi’ah al-Adawiyah, wanita ahli ibadah yang tersohor itu, dan lebih “kecil” darinya. Ia istri orang ahli ibadah dan orang zuhud, Ahmad bin Abu Al-Hawari. Tentang Ahmad bib Abu Hawari, Yahya bin Muin berkata, “Aku pikir orang-orang Syam diberi hujan oleh Allah sebab orang seperti Ahmad bin Abu Hawari.”
Wanita ahli ibadah dan lengket dengan akhirat ini, Rabi’ah Asy-Syamiyah, berkata, “Setiapkali mendengar adzan, aku ingat penyeru Hari Kiamat. Setiapkali melihat salju, aku lihat buku-buku catatan amal perbuatan berterbangan. Dan, setiapkali melihat belalang, aku ingat hari pengumpulan manusia di Padang Mahsyar.”
Begitulah, generasi sahabat terangkai dengan generasi tabi’in dan tabi’ tabi’in, untuk membentuk sebuah “serial” yang tidak henti-hentinya menyuplai figur-figur yang berobsesi kepada akhirat, hingga akhirat tetap menyala di hati kaum Mukmin.

Tidak ada komentar: