Pengikut

Senin, 07 April 2008

BENTUK-BENTUK PENYESALAN PADA HARI KIAMAT

Dua Nikmat Berharga
Al-Bukhari meriwayatkan di Shahih-nya sabda Rasulullah Shallallahu Alaihis wa Sallam,

“Ada dua nikmat, di mana banyak orang mengalami kerugiaan karena keduanya. Yaitu kesehatan dan waktu luang.” (Diriwayatkan Al-Bukhari).

Ibnu baththal berkata, “Makna hadits di atas ialah orang punya waktu luang jika ia berbadan sehat. Jika seseorang punya waktu luang dan badan sehat, hendaklah oa berusaha sebisa mungkin tidak rugi, dalam bentuk tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan kepadanya. Di antara bentuk syukur yang harus ia lakukan oalah mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Barangsiapa tidak mengerjakan hal ini, ia orang rugi.”
Ibnu Al-Jauzi berkata, “Adakalahnya orang itu sehat, tapi tidak punya waktu luang, sebab sibuk kerja. Juga adakalahnya seseorang punya waktu luang, tapi tidak sehat. Jika seseorang punya waktu luang dan berbadan sehat, tapi malas melakukan ketaatan kepada Allah, ia orang rugi. Dunia itu ladang akhirat dan di dalamnya terdapat bisnis yang keuntungannya terlihat di akhirat. Barangsiapa menggunakan kesehatan dan waktu luangnya, ia orang yang patut ditiru. Dan, barangsiapa menggunakan keduanya dalam maksiat kepada Allah, ia orang rugi.”

Bentuk Penyesalan Pertama: Kiamat Kecil
Kiamat kecil yang dialami manusia ialah kematian. Seseorang mulai menyesal ketika detik-detik akhir usianya dan menyakini nyawanya tidak lama lagi keluar dari tubuhnya. Allah Ta’ala berfirman,

“Dan dia yakin sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia). Dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan). Kepada Tuhanmula pada hari itu kamu dihalau.” (Al-Qiyamah: 28-29).

Saat itu, ia ingat ribuan jam yang tidak ia gunakan untuk taat kepada Allah Ta’ala dan ia berharap dikembalikan ke dunia untuk beramal shalih. Allah Ta’ala berfirman,

“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, ia berkata, ‘Tuhanku, kembalikan aku (Ke dunia), agar aku berbuat amal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan’.” (Al-Mukminun: 99).

Itulah impian pertama seseorang. Ia berharap diberi kesempatan kembali ke dunia untuk beramal shalih. Ia lupa dirinya sekarang bicara dengan Dzat Yang Mengetahui seluruh hal ghaib, mata yang berkhianat, dan apa yang dirahasiakan hati. Allah Ta’ala sudah tahu kebohongannya. Andai ia dikembalikan ke dunia, ia pasti bermaksiat lagi dan malas mengerjakan kebaikan. Karena itu, permintaannya dijawab dengan jawaban tegas yang memupus seluruh harapan dan pertanyaan tipuan yang digunakan untuk lari dari siksa kubur. Allah Ta’ala berfirman,

“Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu perkataan yang diucapkan saja dan di depan mereka ada dinding sampai hati mereka dibangkitkan.” (Al-Mukminun: 100)

Bentuk Penyesalan Kedua: Gigit Tangan
Penyesalan sepeti ini terjadi ketika seseorang akhirat melihat sahabat karibnya menyelamatkan dirinya dan tidak berdaya membelanya di sisi Allah Ta’ala. Saat-saat kongkow-kongkow, canda tawa, begadang, pesta pora di meja judi dan minuman keras; itu semuanya tidak dapat menyelamatkannya dari kondisi yang ia hadapi sekarang. Ia lihat penghuni neraka yang paling ringan siksanya ialah orang yang dua batu diletakkan di atas tapak kakinya, lalu otaknya mendidih. Di riwayatkan lain disebutkan, penghuni neraka tersebut punya dua sandal dan dua tali sandal dari neraka, lalu otak mendidih, seperti periuk mendidih. Penghuni neraka itu mengira tidak ada orang yang lebih berat siksanya daripada dirinya. Padahal, ia penghuni neraka yang paling ringan siksanya. (Diriwayatkan Al-Bukhari).
Saat itulah,

“Orang dzalim mengigit dua tangannya sambil berkata, ‘Kecelakaan besar bagiku. Kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan teman akrab. Sesungguhnya ia telah menyesatkanku dari Al Qur’an ketika Al-Qur’an datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia.” (Al-Kahfi: 49).

Ia lupa atau pura-pura lupa kalau ia diikuti dua malaikat yang mencatat kemaksiatan dan kebaikan seberat atom pun. Ia menyesal dan berharap tidak diberi buku catatan amal perbuatannya dan tidak tahu hari perhitungan. Ia berharap mati saja daripada melihat siksa yang sudah menanti. Ia pun ingat, ternyata harta, jabatan, dan kekuasaan, yang ia kira bermanfaat baginya di akhirat hingga membuat buta tidak melihat kebenaran, pembela-pembelanya, hanyut dalam kesesatan dan kemaksiatan itu sama sekali tidak berguna baginya sekarang, ia tahu betul yang bisa menyelamatkannya pada saat-saat seperti ini hanyalah amal shalih dan rahmat Allaah Ta’ala. Allah mengisahkan kisah orang seperti itu,

“Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, ia berkata, ‘Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Kekuasaanku telah hilang dariku’.” (Al-Haqqah: 25-29).

Bahkan, ia berharap menjadi tanah yang diinjak kaki dan tidak disiksa dengan siksa dengan siksa akhirat. Ia berkata,

“Alangkah baiknya sekiranya aku dulu tanah.” (An-Naba’: 40)

Di dunia, ia dulu ingin hidup selama mungkin. Sekarang, di akhirat, kita lihat dia ingin mati saja.
Bentuk-bentuk penyesalan hari itu beragam. Setiap kali pelaku maksiat melihat salah satu bentuk siksa, ia ingat waktu yang dulu ia sia-siakan, tidak menggunakannya untuk taat kepada Allah Ta’ala, dan merealisir tujuan penciptaan dirinya, yaitu beribadah kepada-Nya.

Bentuk Penyesalan Keempat: Ketika Neraka Didatangkan
Rasulullah Shallallahu Alihis wa Sallam bersabda,

“Ketika itu, neraka, yang punya tujuh puluh ribu penahan, didatangkan. Di setiap penahan ada tujuh puluh ribu malaikat yang menariknya.” (Diriwayatkan Muslim)

Ketika pelaku maksiat melihat neraka sebesar seperti itu, ditarik 4.900.000.000 malaikat, lidah besar menjulur panjang, leher yang punya mata, seperti disebutkan di hadits, yang diriwayatkan At-Tirmidzi,

“Pada hari Kiamat, leher keluar dari neraka. Leher itu punya dua mata yang bisa melihat, dua telinga yang dapat mendengar, dan lidah yang mampu bicara. Lidah leher itu berkata, ‘Aku mewakili tiga jenis manusia: orang yang menjadikan Tuhan selain Allah, orang sombong sekaligus bandel, dan para penggambar’.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi).

Ia dengar kemarahan dan hembusan nafas neraka saat berteriak dengan teriakan menakutkan, “Apakah masih ada tambahan orang untukku? Apakah masih ada tambahan orang untukku?” ketika itulah, pelaku maksiat ingat saat-saat maksiat, malas, menunda amal shalih, menipu Allah Ta’ala dengan taubat palsunya, dan waktu-waktu lain yang hilang sia-sia. Tapi, nostalgia semuanya itu tidak ada gunanya. Allah Ta’ala berfirman,

“Tapi, tidak berguna lagi mengingat itu baginya.” (Al-Fajr: 23).

Ia berkata dengan penuh sesal,

“Alangkah baik kiranya aku dulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku ini.” (Al-Fajr: 24).

Sayyid Quthb Rahimahullah berkata, “Kesempatan telah berlalu. Allah Ta’ala berfirman, ‘Tapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya.’ Peringatan sudah berlalu dan tidak berguna lagi di sini, akhirat, bagi siapa pun. Ucapan orang kafir itu refleksi kesedihan atas hilangnya kesempatan di negeri amal, dunia. Ketika fakta ini terlihat, ‘Dia mengatakan, ‘Alangkah baik kiranya aku dulu mengerjakan )amal shalih) untuk hidupku ini.’ Terlihat ada kesedihan mendalam di balik harapan dan itulah kondisi paling menyakitkan yang dirasakan seseorang di akhirat.”
Itulah bentuk penyesalan paling mengenaskan yang dialami manusia dan mereka tidak punya harapan untuk bisa memperbaiki kesalahan yang telah terjadi.

Bentuk Penyesalan kelima: Ketika Berdiri di Neraka
Allah Ta’ala berfirman,

“Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata, ‘Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Tuhan kami, serta menjadi orang-orang yang beriman’.” (Al-An’am: 27)

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Allah Ta’ala mengungkap kondisi orang-orang kafir saat mereka berdiri di neraka pada Hari Kiamat, menyaksikan belenggu dan rantai di dalamnya, serta melihat dengan mata kepala mereka sendiri hal-hal dahsyat. Saat itulah, mereka berkata, ‘Duhai, betapa celakanya kita’.”
Sungguh aneh, orang-orang kafir berkata saat berharap, “Dan kami menjadi orng-orang beriman.” Padahal, mereka dulu memerangi para dai kejalan Allah Ta’ala, kalimat tauhid, dan melecehkan siapa saja mengajak kepadanya. Kenapa kini, di akhirat, mereka berharap ingin menjadi orang-orang beriman? Kenapa itu baru terlontar sekarang dan tidak di dunia dulu? Itulah kemunafikan yang tetap menempel pada mereka, kendati mereka berdiri didepan neraka menyaksikan kedasyatannya. Mereka kira jiwa mereka tidak diketahui Allah a’ala dan dapat ngerjain Dia. Karena itu, mereka membuat trik dengan berbohong dan seluruh argumentasi kuat, agar selamat daru suksa yang pasti ini. Ini sungguh aneh penyesalan yang serat dengan penipuan atau penipuan yang penuh dengan penyesalan. Kedua hal itu menjijikkan.

Bentuk Penyesalan Keenam: Setelah Dilempar ke Neraka
Allah Ta’ala berfirman,



“Pada hari ketika muka mereka ditolak-balik dineraka, mereka berkata, ‘Alangkah baiknya, andai kami taat kepada Allah dan taat kepada Rasul.’ Dan mereka berkata, ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu meraka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpahkan kami kepada mereka adzab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan besar.” (Al-Ahzab: 66-68)

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, “Maksudnya, mereka diseret ke neraka dengan kepala terbalik dan wajah mereka dibola-balik di Neraka Jahanam. Mereka berharap andai mereka dikembalikan kedunia, mereka akan bersama orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul.”
Sekarang mereka baru tahu, ternyata jalan yang dulu merekah tempuh itu jalan salah, sebab mereka mengikuti para pemimpin dan tokoh-tokoh mereka, yang berjalan di jalan setan. Sekarang, mereka berani mengutuk pemimpin-pemimpin mereka dan bicara kepada mereka dengan bahasa lantang, setelah sebelumnya di dunia mereka hidup sebagai pengecut, hina, tidak berani mengatakan kebenaran, dan tidak punya nyali menolak kemungkaran. Setelah mereka dilempar ke neraka dan merasakan siksanya, perasaan mereka yang tadinya membeku itu hidup kembali dan mereka menyesal kenapa tidak mengikuti jalan Allah Ta’ala dan Rasul-Nya. Tapi, waktu itu sudah tidak ada lagi.


Tidak ada komentar: