Pengikut

Selasa, 08 April 2008

Apa yang harus dilakukan setelah ingat kematian?

Di Mustadrak-nya, Al-Hakim meriwayatkan hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Aku pernah melarang kalian menziarahi kubur: Sekarang, ziarahilah kuburan, karena menipiskan hati, membuat mata mengeluarkan airmata, mengingatkan kepada akhirat, dan jangan berkata jorok.” (Diriwayatkan Al-Hakim dan dishzhihkan Al-Albani).

Hadits di atas dan hadits-hadits lainnya memotivasi orang Mukmin untuk meninggalkan lingkungan “malas” dan tidak berperasaan, yang biasa ia jalani, menuju dunia baru, yang berperasaan dan ingat.
Ingat kematian diperintahkan, namun bukan tujuan. Ingat kematian diperintahkan, agar mendorong orang beramal, yang merupakan sebab terpenting orang selamat dari neraka dan mendapat keridhaan Allah Ta’ala pada Hari Kiamat. Tangisan dan penyesalan karena ingat kematian dan akhirat tidak berarti bagi pelakunya jika tidak ditindaklanjuti dengan amal perbuatan.

Tidur Panjang
Penyair zuhud, Abu Al-Itahiyah, menyadari urgensi beramal setelah kematian. Ia berkata dan mengarahkan perkataannya kepada orang-orang yang sibuk membangun rumah di dunia dan tetek bengeknya, tapi lupa membangun rumah di negeri akhirat,

“Hai pembangun rumah, apa yang telah engkau siapkan untuk rumahmu di negeri lain?
Hai penghampar permadani tebal,
Anda jangan lupa tidur panjang dan besar
Engkau telah dipanggil dan menjawab penggilan itu
Coba pikirkan, kenapa engkau dipanggil?
Bukankah Anda menghitung orang-orang hidup yang Anda lihat
Lalu, Anda melihat mereka semua menjadi mayat-mayat?
Anda pasti tiba di tempat mayit-mayit itu
Dan tiba di terminal mereka.”

Jika masa semua tidur tidak bisa disamakan dengan masa tidur di kuburan, bukankah masuk akal kalau persiapan menggelar hamparan untuk tidur panjang itu lebih penting diutamakan?

Kendala Beramal
Tidak pelak lagi, sibuk dengan dunia daripada akhirat penyebab terbesar lemahnya persiapan dan rendahnya semangat beramal untuk menghadapi hari-hari setelah kematian. Selalu ingat akhirat, hingga menjadi obsesi utama manusia unsur paling penting timbulnya semangat beramal. Ini karena perasaan sesaat hanya menghasilkan semangat beramal yang hanya berusia sesaat pula, atau kadang malah tidak menghasilkan semangat beramal sama sekali.
Barangsiapa menjadikan akhirat sebagai obsesi utamanya dan kesibukan prinsipilnya, maka dunia datang kepadanya dan mendorong orang tersebut mengambilnya. Di sisi lain, kita lihat dunia lari dari orang yang memburunya. Itulah yang disebutkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika bersabda,

“Barangsiapa akhirat menjadi obsesinya, maka Allah menjadikan hatinya kaya, melancarkan semua urusannya, dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Dan, barangsiapa dunia menjadi obsesinya, maka Allah menjadikannya miskin, mengacaukan semua urusannya, dan dunia datang kepadanya sebatas yang ditakdirkan untuknya.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi).

Syumaith bin Ajlan berkata, “Barangsiapa selalau I ngat kematian, ia tidak peduli apakah dunia itu sempit atau luas.”
Dari sini, dapat kita simpulkan bahwa selalu dan sering ingat kematian punya pengaruh signifikan di amal perbuatan seseorang dan persiapannya menyongsong hari-hari setelah kematiannya. Itu pula kesimpulan Al-Hasan Al-Bashri sebelum kita ketika ia berkata, “Jika seseorang seringa ingat kematian, ia melihat hasilnya di amal perbuatan yang ia lakukan. Barangsiapa berangan-angan panjang, amal perbuatannya buruk.”

Terkecoh dengan Orang yang Berumur Panjang
Ini sebab lain lemahnya persiapan hari-hari setelah kematian, sebab, penglihatan sebagian orang terhadap orang-orang berumur panjang membuat mereka lupa bahwa kematian tidak pilih kasih terhadap anak muda, orang tua, dan bayi. Ia ditipu setan dengan iming-iming akan berumur panjang, seperti orang-orang berumur panjang itu. karena itu, tundahlah amal perbuatan dan kerjakan kalau sudah tua saja! Itulah bujuk rayu setan kepadanya. Jawabnya, Allah Ta’ala berkehendak merahasiakan kapan terakhir hidup kita, agar itu mendorong kita beramal dan selalu melakukan persiapan menghadapi akhirat. Ibnu Al-Jauzi berkata, “Orang yang tidak tahu kapan kematian datang kepadanya harus selalu siap, tidak terkecoh dengan kesehatan dan masa muda. Sebab, jarang sekali orang meninggal dunia dalam usia tua. Justru banyak sekali orang meninggal dunia dalam usia muda. Karena itu, tidak banyak orang yang hidup hingga tua. Orang-orang dulu berkata,
“Satu orang hidup lama
Lalu, ia mengecoh banyak orang
Dan membuat lupa pada orang-orang yang meninggal dunia dalam usia muda’.”

Badai Kematian
Kematian ibarat badai yang menyerang daratan sedikit demi sedikit, lalu besar-besaran. Orang berakal ialah orang yang tidak hidup dalam ilusi ala anak Nabi Nuh Alaihis Salam. Ia kira dirinya selamat dari badai dengan berlindung di puncak gunung. Kematian juga seperti itu. barangsiapa tidak siap menghadapinya, ia ditelan dan ditenggelamkan kematian sebelum sempat berpikir untuk siap-siap. Ibnu Al-Jauzi berkata, “Badai kematian telah datang. Karena itu, naiklah ke perahu ketakwaan.”
Perahu tersebut bukan perahu hiasan dan wisata. Namun perahu penyelamat dari badai yang akan membanjiri bumi. Itulah badai yang membuat orang zuhud, Said bin As-Saib, ketakutan. Dikisahkan, airmatanya tidak pernah “kering”. Airmatanya senantiasa mengucur sepanjang tahun. Jika shalat, ia menangis. Jika thawaf, ia menangis. Jika duduk membaca Al-Qur’an, ia menangis. Dan, jika Anda temui dia di jalan, ia menangis.
Kendati demikian, jika ditanya, “Bagaimana kabar Anda pagi ini?” ia menjawab, “Pagi ini, aku sedang menunggu kematian tanpa persiapan maksimal.”
Ini tidak berarti kita ingin sampai ketingkat putus asa dari rahmat Allah Ta’ala dan keluasan ampunan-Nya. Allah lebih penyayang daripada ibu kepada anaknya yang hilang. Kita tidak ingin pasrah tanpa amal perbuatan. Jika tidak beramal, kita dijemput kematian dengan tiba-tiba tanpa persiapan.


Tidak ada komentar: